Kamis, 06 November 2008

Tips untuk BAHAGIA

Ada beberapa tips untuk BAHAGIA neh.......(thanks Uman)

1. Bebaskan hatimu dari rasa benci.
2. Bebaskan pikiranmu dari segala kekuatiran.
3. Hiduplah dengan sederhana.
4. Berikan lebih banyak (give more)
5. Jangan terlalu banyak mengharap (expect less)

Minggu, 02 November 2008

Hukum Memakai Cincin Kawin/Cincin Pertunangan

By : Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari

Ada pertanyaan yang sering diajukan ke kita ato pertanyaan yang kita denger dilantunkan ke pada orang-orang yang lebih tua : 'Apa hukumnya memakai cincin kawin atau cincin pertunangan?'

Telah diajukan pertanyaan seputar masalah ini kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Dan beliau berfatwa:

“Cincin tunangan adalah ungkapan dari sebuah cincin (yang tidak bermata). Pada asalnya, mengenakan cincin bukanlah sesuatu yang terlarang kecuali jika disertai i’tiqad (keyakinan) tertentu sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Seseorang menulis namanya pada cincin yang dia berikan kepada tunangan wanitanya, dan si wanita juga menulis namanya pada cincin yang dia berikan kepada si lelaki yang melamarnya, dengan anggapan bahwa hal ini akan menimbulkan ikatan yang kokoh antara keduanya. Pada kondisi seperti ini, cincin tadi menjadi haram, karena merupakan perbuatan bergantung dengan sesuatu yang tidak ada landasannya secara syariat maupun inderawi (tidak ada hubungan sebab akibat).1

Demikian pula, lelaki pelamar tidak boleh memakaikannya di tangan wanita tunangannya karena wanita tersebut baru sebatas tunangan dan belum menjadi istrinya setelah lamaran tersebut. Maka wanita itu tetaplah wanita ajnabiyyah (bukan mahram) baginya, karena tidaklah resmi menjadi istri kecuali dengan akad nikah.” (sebagaimana dalam kitab Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 113, dan Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal. 476)

Telah diajukan juga sebuah pertanyaan kepada Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah: “Apa hukum mengenakan cincin atau cincin tunangan apabila terbuat dari perak atau emas atau logam berharga yang lain?”

Beliau menjawab: “Seorang lelaki tidak boleh mengenakan emas baik berupa cincin atau perhiasan yang lain dalam keadaan apapun. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan emas atas kaum laki-laki umat ini. Dan beliau melihat seorang lelaki yang mengenakan cincin emas di tangannya maka beliaupun melepas cincin tersebut dari tangannya. Kemudian beliau berkata:

يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَضُعَهَا فِي يَدِهِ؟

“Salah seorang kalian sengaja mengambil bara api dari neraka lalu meletakkannya di tangannya?”

Maka, seorang lelaki muslim tidak boleh mengenakan cincin emas. Adapun cincin selain emas seperti cincin perak atau logam yang lain, maka boleh dikenakan oleh laki-laki, meskipun logam tersebut sangat berharga. Mengenakan cincin tunangan bukanlah adat kaum muslimin (melainkan adat orang-orang kafir). Apabila cincin itu dipakai disertai dengan i’tiqad (keyakinan) akan menyebabkan terwujudnya rasa cinta antara pasangan suami istri dan jika ditanggalkan akan memengaruhi langgengnya hubungan keduanya, maka yang seperti ini termasuk syirik.2 Dan ini merupakan keyakinan jahiliyah.

Maka, tidak boleh mengenakan cincin tunangan dengan alasan apapun, karena:

1. Merupakan perbuatan taqlid (membebek) terhadap orang-orang yang tidak ada kebaikan sedikitpun pada mereka (yakni orang-orang kafir), di mana hal ini adalah adat kebiasaan yang datang ke tengah-tengah kaum muslimin, bukan adat kebiasaan kaum muslimin.

2. Apabila diiringi dengan i’tiqad akan memengaruhi keharmonisan suami istri maka termasuk syirik.

Wala haula wala quwwata illa billah. (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal. 476-477)

Kedua ulama ini sepakat bahwa jika cincin tunangan itu dipakai disertai i’tiqad yang disebutkan maka hukumnya haram dan merupakan syirik kecil. Adapun bila tanpa i’tiqad tersebut, keduanya berbeda pendapat. Dan pendapat Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan lebih dekat kepada al-haq dan lebih selamat. Wallahu a’lam bish-shawab.

Footnotes:

1 Menjadikan perkara tertentu sebagai sebab dalam usaha mencapai sesuatu, padahal syariat tidak memerintahkannya, dan tidak ada pula hubungan sebab akibat antara perkara tersebut dengan tujuan yang akan dicapai (secara tinjauan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatur kejadian alam), adalah perbuatan syirik kecil; yang merupakan wasilah yang akan menyeret seseorang untuk terjatuh dalam perbuatan syirik besar yang membatalkan keislamannya. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kesyirikan. (pen)

2 Yakni syirik kecil. (pen.)

(Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. III/No. 28/1428H/2007, kategori: Problema Anda, hal. 72-73. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=409)

Pertunangan

Petikan dari Blog seseorang, ga papa yah dibagi-bagi ke yang laen..hehehe

Pertunangan Dalam Islam

Pertunangan adalah istilah yang digunakan dalam masyarakat yang berarti bahwa seseorang telah terikat janji dengan orang lain dengan maksud untuk menikah nantinya. Di negara Barat, “tunangan” atau pertunangan ini dapat berlangsung selama bertahun tahun tanpa ada kepastian untuk menikah dan lebih jauh lagi tanpa ada kesepakatan apa pun. Selama tunangan, pasangan tersebut boleh bersenang-senang termasuk melakukan hubungan seksual. Hal ini sudah tidak mengejutkan lagi dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Hubungan seksual dengan seseorang apalagi dengan tunangannya merupakan hal yang lumrah, meski pun hal tersebut dapat menyebabkan penyakit-prnyakit seksual, hamil diluar nikah, keluarga dengan satu orang tua (singgle parent) dan perilaku seksual yang tidak wajar yang sudah lazim kita lihat sekarang.
Sebagaimana pemahaman yang salah di masyarakat saat ini, pertunangan hanyalah sekedar “hubungan percobaan” antara pasangan laki-laki dan perempuan sebelum menikah atau sekedar hubungan cinta belaka atau hubungan sesaat, kadang putus dan kadang bersatu lagi. Semuanya hanyalah menjadi bagian “hubungan percobaan” itu, tanpa ada kesepakatan apapun yang dilanggar.

Sayangnya banyak kaum muslimin saat ini yang melakukan hal tersebut. Ketika acara pertunangan, pesta besar pun diadakan, dimana terdapat acara ritual yang ditiru dari budaya Barat seperti tukar cincin dan budaya non Islam lainnya (misalkan memakai pakaian dalam warna tertentu).

Dalam pesta-pesta seperti ini melibatkan percampuran laki-laki dan perempuan serta aktivitas atau perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Islam. Setelah itu pasangan tersebut mempunyai hubungan khusus, baik dengan atau tanpa hubungan badan, sebelum menikah. Apalagi mereka berhubungan melalui surat , pembicaraan lewat telefon ataupun saling bertemu, dan hal ini diperbolehkan karena mereka telah bertunangan.

Dalam Islam hubungan seperti ini tidak ada. Satu-satunya cara agar laki-laki dan perempuan dapat mempunyai hubungan yang khusus baik secara emosional maupun fisik adalah melalui pernikahan.

Definisi “pertunangan“ dalam Islam adalah kesepakatan pribadi dengan maksud untuk menikah antara laki-laki muslim yang sesuai atau pantas dengan perempuan muslim melalui walinya, yaitu wali Amr. Penjelasan hal ini yaitu:

1. Kesepakatan pribadi maksudnya perjanjian rahasia antara keduanya.

2. Laki-laki muslim yang pantas maksudnya adalah dia harus seorang muslim, baligh, dan bijaksana.

3. Perempuan yang pantas maksudnya adalah dia harus seorang muslim, atau perempuan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani).

Dalam memilih pasangan wanita, perlu bagi kita untuk mengingat hadits Rasulullah saw. Abu Hurairoh menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

”wanita dinikahi karena empat hal yaitu karena kekayaannya, keluarganya, kecantikannya dan agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya karena jika tidak kamu akan menjadi orang yang merugi.”

Hadits ini mengingatkan kita pada semua yang sudah terjebak dalam kehidupan non Islam, dimana sekedar mencari kesenangan materi dari pasangannya. Akhirnya pertunangan dalam Islam haruslah tetap terjaga kerahasiaannya dan jika hubungan keduanya terputus maka keduanya dilarang untuk menceritakan apa yang telah mereka bicarakan atau yang telah mereka lihat dari keduanya.

Dalam Islam pertunangan bisa berlanjut pada pernikahan dan juga bisa tidak tergantung pada keduanya. Allah SWT telah menciptakan manusia dengan berbagai naluri yang membutuhkan pemenuhan, dan Allah juga memberikan kita solusi untuk memenuhinya. Diantara naluri-naluri manusia, secara fitroh manusia mencari pasangan hidup dan untuk itu kita memenuhi naluri tersebut melalui jalan pernikahan saja. Setiap muslim harus ingat bahwa kita semua adalah hamba Allah swt dan bukan menjadi budak manusia atau budak nafsu.

Cara pertunangan dengan gaya Barat yang buruk ini tidak boleh kita terapkan dalam kehidupan kita, karena bertolak pada firman Allah SWT :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram padanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda pada kaum yang berfikir”. (QS.30: 21).